salju

Minggu, 29 Mei 2016

Urgensi Mengkaji Sistem Munasabah Al Qur’an dalam Tafsir Al-Misbah


Identitas Buku
Judul Buku      : Diskursus Munasabah Al Quran dalam Tafsir Al-Misbah
Pengarang       : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Editor              : Nur Laily Nusroh & Abdul Manaf
Penerbit           : AMZAH
Tahun Terbit    : 2015
Cetakan           : Pertama
Tebal Buku      : xxxii + 294
Al Qur;an merupakan pedoman dan petunjuk umat islam dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu, studi mengenai Al-Qur’an perlu untuk dilakukan, mengingat peran Al-Qur’an yang sangat penting bagi kehidupan umat islam. Salah satu metode atau cara yang dapat digunakan adalah Munasabah, dan menurut penulis, ini sangat penting atau urgent untuk dilakukan.
Munasabah Al-Qur’an adalah keserasian isi di dalam Al-Qur’an. Tafsir Al-Misbah merupakan tafsir yang membahas munasabah atau keserasian isi Al-Qur’an oleh Quraish Shihab. Jadi, dalam buku ”Diskursus Munasabah Al Quran dalam Tafsir Al-Misbah” karangan Hasani Ahmad Said, dikaji keserasian isi Al-Qur’an, khusunya munasabah ayat dan munasabah surat menurut tafsir Al-Misbah, namun tidak hanya terpaku pada satu pandangan saja.
Banyak pandangan yang dipaparkan dalam buku ini, tidak hanya Quraish Shihab itu sendiri, meskipun yang dibahas lebih mendalam adalah tafsir al-misbah. Terdapat pandangan lain seperti Al-Maraghi, Al-Sya’rawi, Al-Thabari, dan lain sebagainya. Bahkan, pendapat W. M. Watt dan Richard Bell juga terdapat di dalamnya. Oleh sebab itu, buku ini memberikan kita pandangan yang luas mengenai Munasabah Al-Qur’an.
Dalam mengkaji keserasian, keterkaitan, hubungan, atau munasabah di dalam isi Al-Qur’an, dalam buku ”Diskursus Munasabah Al Quran dalam Tafsir Al-Misbah” dijelaskan bahwa terdapat dua sistem yaitu keserasian ayat dan keserasian surat atau biasa disebut dengan munasabah ayat dan munasabah surat.[1] Dalam mengkaji kesersian ayat, maka akan dikaji keserasian isi antara satu ayat dengan ayat lain atau keserasian isi di dalam ayat itu sendiri. Apakah dalam sebuah ayat memiliki keterkaitan isi dengan ayat lainnya atau tidak, dan apakah dalam sebuah ayat sendiri memiliki keterkaitan antarkalimat atau antarkatanya. Sedangkan untuk mengkaji keserasian surat, maka akan dikaji keterkaitan isi antara satu surat dengan surat surat lainnya dan atau antara isi dalam satu surat itu sendiri.
Dari kedua sistem yang disebutkan di atas, terdapat beberapa bagian lagi didalamnya, jika dijumlahkan terdapat tiga belas bagian di dalamnya. Pada sistem munasabah ayat dalam Tafsir Al-Misbah, menurut terdapat lima keterkaitan, keserasian atau munasabah. Keterkaitan antarayat dalam satu surat, keterkaitan antara ayat dengan penutupnya, keterkaitan antarkalimat dalam satu ayat, keterkaitan antarkata dalam satu ayat, dan terakhir keterkaitan antara ayat perama dengan ayat terakhir dalam suatu surat.[2]
            Pada sistem munasabah surat dalam tafsir Al Misbah, terdapat delapan muhasabah. Keterkaitan antara suatu surat dan surat sebelumnya, keterkaitan antara awalan dengan akhiran dari isi sebuah surat, keterkaitan antara awal surat yang dibahas dengan akhir surat sebelumnya, keterkaitan antara penutup surat dengan mukadimah surat sebelumnya, keterkaitan antara tema surat dengan nama surat, munasabah antarkisah dalam satu surat, keterkaitan isi antarsurat, Kemudian yang terakhir adalah keterkaitan antara Fawatih Al-Suwar dengan Isi surat.[3]
Penulis menemukan banyak hal yang menarik terkait keserasian isi Al-Qur’an dalam kajian munasabah Tafsir Al- Misbah ini, salah satunya pada keserasian antara tema dan nama surat, contohnya:
“Surat Al-Baqarah. Surat ini memiliki dua nama lain, yaitu al-sinam dan al-zahra. Al-sinam berarti puncak karena tidak lagi puncak petunjuk setelah kitab suci ini serta tidak ada lagi puncak setelah kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa dan hari kiamat. Sementara itu, al-zahra berarti terang benderang karena kandungan surah ini menerangi jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat serta menyinari wajah siapa pun yang mengikuti petunjuk pada hari kemudian.”[4]
Kedua sistem munasabah  dan bagian-bagiannya yang dibahas atau dikaji dalam buku Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam tafsir Al-Misbah. Mengkaji sistem munasabah merupakan hal yang penting dan menarik, karena kita dapat mengetahui bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dan memiliki keterikatan atau hubungan yang serasi (munasabah) di dalam penyusunannya.
            Dalam salah satu pertemuan kuliah oleh Bapak Hasani, beliau menyebutkan bahwa terdapat tujuh kriteria Al-Qur’an, yaitu:
1.      Kalam atau Firman Allah
2.      Bernilai Mukjizat
3.      Turun kepada Nabi Muhammad
4.      Melalui Malaikat Jibril
5.      Diawali denan Surat Al-fatihah (atau surat Al-Alaq)
6.      Diakhiri dengan surat An-Nas (atau surat Al-Maidah)
7.      Bernilai Ibadah bagi yang Membacanya.
Mengkaji munasabah Al-Qur’an khususnya dalam tafsir Al-Misbah ini memberikan pembuktian dan gambaran bahwa Al-Qur’an seperti yang disebutkan sebelumnya, merupakan satu kesatuan yang utuh, dan untuk itu berarti bahwa Al-Qur’an bernilai mukjizat yang luar biasa bagi umat manusia, sesuai dengan kriteria Al-Qur’an pada poin kedua yang disebutkan di atas.
Penulis memiliki pandangan bahwa Mengkaji Sistem Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-misbah ini sangat perlu atau urgent untuk dilakukan. Alasannya, sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya oleh penulis karena peran Al-Qur’an yang sangat penting bagi umat muslim. Oleh karena itu, mengkaji keterkaitan isi Al Qur’an memberikan kita pandangan bahwa Al-Qur’an adalah sebuah mukjizat.
Secara umum, buku “Diskursus Munasabah Al Quran dalam Tafsir Al-Misbah” ini menampilkan banyak pandangan dan sumber mengenai munasabah, dan juga disertai dengan contoh yang cukup banyak, khususnya pada bab kelima. Hal ini membuat pembaca mengerti lebih dalam dan dapat membandingkan perbedaan antara sistem munasabah satu dengan lainnya.


[1] Hasani Ahmad Said, Diskurus Muhasabah Al Quran dalam Tafsr Al-Misbah, (Jakarta: Amzah), hlm. 164.
[2] Ibid, hlm. 169-206.
[3] Ibid, hlm. 214-250.
[4] Ibid, hlm. 232.
Read Comments